Thursday, October 10, 2013

fungsi hadist sebagai sumber ajaran dan hukum islam

FUNGSI HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN DAN HUKUM ISLAM
KATA PENGANTAR

Bismiillâhi wabihamdih.
Assalâmu’alaikum Warahmatullâhi Wabarakâtuh.
Puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Fungsi Hadîts Sebagai Sumber Ajaran Dan Hukum Islam. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadîts. Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar kedepannya dapat lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan menambah wawasan ke-Islaman dalam rangka mengharap ridha Allah SWT. Aamiin.


BAB I
PENDAHULUAN

Islam sebagai agama yang sempurna mempunyai makna bahwa Islam memenuhi tuntutan kebutuhan manusia di mana saja berada sebagai pedoman hidup baik bagi kehidupan didunia maupun diakhirat. Dimensi ajaran Islam memberikan aturan bagaimana caranya berhubungan dengan Tuhan atau Khaliqnya, serta aturan bagaimana caranya berhubungan dengan sesama makhluq, termasuk di dalamnya persoalan hubungan dengan alam sekitar atau lingkungan hidup. Kemudian, dalam mengemban tugas ini, manusia memerlukan suatu tuntunan dan pegangan agar dalam mengolah alam ini mempunyai arah yang jelas dan tidak bertentang dengan kehendak Allah SWT. Islam sebagai ajaran agama yang diturunkan oleh Allah SWT. kepada umat manusia melalui Rasul-Nya adalah satu pegangan dan tuntunan bagi manusia itu sendiri dalam mengarungi kehidupan ini. Allah SWT mengutus para Nabi dan Rasul-Nya kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia dunia dan akhirat. Rasulullah lahir ke dunia ini dengan membawa risalah Islam, yakni petunjuk yang benar. Secara umum segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah (Nabi Muhammad SAW) disebut dengan hadîts.

Hadîts merupakan sumber syari’at Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Hadîts memiliki fungsi yang sangat penting terhadap Al qur’an. Dalam fungsi tersebut hadîts menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang sulit dimengerti atau tidak ada penjelasan didalam al-Qur’an itu sendiri. 


BAB II
PEMBAHASAN

A. KEDUDUKAN HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadis rasul merupakan sumber dan dasar hukum Islam setelah al-Qur’an, dan umat Islam diwajibkan mengikuti hadis sebagaimana diwajibkan mengikuti al-Qur’an. Al-Qur’an dan hadîts  merupakan dua sumber hukum syariat Islam yang tetap, yang orang Islam tidak mungkin memahami syari’at Islam secara mendalam dan lengkap dengan tanpa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut. Seorang mujtahid dan seorang alimpun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya. Banyak ayat al-Qur’an dan hadits yang memberikan pengertian bahwa hadîts itu merupakan sumber hukum Islam selain al-Qur’an yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangannya. Uraian dibawah ini merupakan paparan tentang kedudukan hadîts sebagai sumber hukum Islam dengan melihat beberapa dalil, baik naqli maupun aqli.
1. Dalil al-Qur’an
Beberapa ayat al-Qur’an yang menerangkan tentangkewajiban mempercayai dan menerima segala yang disampaikan oleh Rasul kepada umatnya untuk dijadikan pedoman hidup. Diantaranya sebagai berikut :
a. Konsekuensi iman kepada Allah adalah taat kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam surah Âli‘Imrân:179
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam Keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, Maka bagimu pahala yang besar.”
b. Perintah beriman kepada Rasul dibarengkan dengan beriman kepada Allah, sebagaimana dalam surah an-Nisâ’ : 136
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”
c. Kewajiban taat kepada Rasul karena menyambut perintah Allah,  sebagaimana dalam surah an-Nisa’ : 64
“Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
d. Perintah taat kepada Rasul secara khusus, sebagaimana dalam surah al-Hasyr : 7
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.”


Beberapa ayat diatas secara eksplisit perintah taat kepada Allah dan mengikuti Rasul. Diantara ayat tersebut menjelaskan perintah Iman dan taat kepada Rasul setelah perintah taat kepada Allah,  menunjukkan bahwa taat kepada Allah berarti melaksanakan perintah-perintah al-Qur’an dan menjauhi larangan-Nya. Sedangkan taat kepada Rasul berarti taat kepada perintah dan menjauhi larangan yang disebutkan dalam sunnah dan al-Qur’an.  
2. Dalil Hadîts 
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW. berkenaan  dengan keharusan menjadikan hadîts sebagai pedoman hidup, disamping al-Qur’an sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:

 (رواه مالك  ) تَرَكـْتُ فِـيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّـكْتُمْ بِهِماَ كِـتَابَ اللهِ وَ سُـنَّةَ نَبِيِّهِ
“Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya yaitu kitab Allah dan sunnahku.  (HR. Al-Hakim dan Malik)
Hadîts diatas menjelaskan bahwa seorang tidak akan sesat selamanya apabila hidupnya berpegang teguh atau berpedoman kepada al-Qur’an dan sunnah. Orang yang tidak berpegang teguh kepada keduanya berarti sesat. Nabi tidak pernah memerintahkan kecuali dengan diperintah Allah dan siapa yang taat kepada Nabi berarti ia taat kepada Zat yang memerintahkan kepadanya untuk melaksanakan perintah itu. Kemudian dalam hadîts lain beliau bersabda:
(رواه ابو داود و ابن ماجه)  فَعَلَـيْكُمْ بِسُنَّتِيوَسُنَّةِالْ خُلَفَاءِ  الرَّاشِدِيْ نَالْمَـهْدِيِّـيْنَتَمَسَّكُوْابِهَاوَعَضُّوْاعَلَيْهَا
“Wajib bagi sekalian berpegangan teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafa ar-Rasyidin (khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya.” (HR. Abu Daud dan Ibn Majah)
Hadis-hadis tersebut diatas menunjukkan kepada kita bahwa berpegang teguh kepada hadis/menjadikan hadis sebagai pegangan dan pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.
3.Ijma’ Para Ulama
Para Ulama telah sepakat bahwa sunnah sebagai salah satu hujjah (dasar) dalam hukum Islam setelah al-Qur’an.  Asy-Syafi’i (w.204 H) mengatakan: “Aku tidak mendengar seseorang yang dinilai manusia atau oleh diri sendiri sebagai orang alim yang menyalahi kewajiban Allah SWT. untuk mengikuti Rasul SAW. dan berserah diri atas keputusannya. Allah tidak menjadikan orang setelahnya kecuali agar mengikutinya. Tidak ada perkataan dalam segala kondisi kecuali berdasarkan kitab Allah atau sunnah Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kita, orang-orang sebelum dan sesudah kita dalam menerima khabar dari Rasul.
Demikian juga ulama lain, seperti As-Suyuthi (w.911 H) berpendapat bahwa orang yang mengingkari kehujahan hadîts  Nabi baik perkataan maupun perbuatannya yang memenuhi syarat-syarat yang jelas dalam Ilmu Ushûl  adalah kafir, keluar dari Islam dan digiring bersama orang Yahudi dan Nashrani atau bersama orang yang dikehendaki Allah daripada kelompok orang-orang kafir. Asy-Syaukani (w.1250) juga mempertegas bahwa para ulama sepakat atas kehujahan sunnah secara mandiri sebagai sumber hukum Islam seperti al-Qur’an dalam menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram. Kehujahan dan kemandiriannya sebagai sumber hukum Islam merupakan keharusan (dharûrî) dalam beragama. Para ulama dahulu dan sekarang sepakat bahwa sunnah menjadi dasar kedua setelah al-Qur’an. Fuqahâ sahabat selalu bereferensi pada sunnah dalam menjelaskan al-Qur’an dan dalam ber-istinbâth hukum yang tidak didapati dalam al-Qur’an. 
4. Sesuai dengan Petunjuk Akal Kerasulan Nabi Muhammad SAW. telah diakui dan dibenarkan oleh umat Islam. Didalam mengemban misinya itu kadang-kadang beliau hanya sekedar menyampaikan apa yang diterima dari Allah SWT. dan kadang kala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan Ilham dari Allah SWT.
Apabila karasulan Nabi Muhammad SAW. telah diakui dan dibenarkan , maka sudah selayaknya segala peraturan dan perundang-undangan serta inisiatif beliau ditempatkan sebagi sumber hukum dan pedoman hidup. Disamping itu, secara logika kepercayaan kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai Rasul mengharuskan umatnya mentaati dan mengamalkan segala ketentuan yang beliau sampaikan.
Dari berbagai pejelasan diatas kiranya dapat disimpulkan bahwa sebagai berikut:
a. Para ulama sepakat bahwa sunnah sebagai hujjah, semua umat Islam menerima dan mengikutinya, kecuali sekelompok minoritas orang.
b. Kehujahan sunnah adakalanya sebagai mubayyin (penjelas) terhadap al-Qur’an atau berdiri sendiri sebagai hujjah untuk menambah hukum-hukum yang belum diterangkan oleh al-Qur’an.
c. Kehujahan sunnah berdasarkan dalil-dalil yang qath’î (pasti), baik dari segi ayat-ayat al-Qur’an atau hadîts Nabi atau rasio yang sehat maka bagi yang menolaknya dihukum murtad.

B. FUNGSI HADIST SEBAGAI HUKUM ISLAM
Para ulama sepakat bahwa hadits Nabi adalah sumber hukum Islam yang ke dua setelah Al-Qur’an, dan umat Islam wajib melaksanakan isinya. Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa hadits/sunnah Nabi itu merupakan salah satu sumber hukum islam. Banyak ayat yang mewajibkan umat islam untuk mengikuti Rasulullah SAW dengan cara melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi menjauhi segala larangannya.
Allah berfirman dalam Surat Ali Imron ayat 132
Artinya : “Dan taatilah Allah dan Rasul supaya kamu dirahmati”
Bahkan Allah mengancam orang-orang yang menyalahi Rasul, seperti dalam firman-Nya:
Artinya : “Hendaklah berhati-hati mereka yang menyalahi Rasul (tidak menuruti ketetapannya), bahwa mereka akan ditimpa fitnah(cobaan yang berat), atau akan ditimpa azab yang pedih.”  (An-Nuur : 63)
Serkali-kali Tuhan tidak membenarkan para umat menyalahi Rasulullah SAW, menyalahi hukumnya dan suruhannya.
Allah berfirman :
Artinya: “tidaklah patut bagi orang yang beriman laki-laki dan perempuan bila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara untuk memilih urusannya sendiri dan barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, sungguh-sungguh ia telah tersesat jauh”. (Q.S Al-Ahzab : 36)
Dari ayat-ayat di atas jelas bahwa orang yang beriman tidak hanya harus berpedoman dan mengikuti ajaran-ajaran Al-Qur’an, tetapi ia juga harus berpedoman dan mengikuti apa yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Dan menjauhi apa yang dilarang olehnya.
Sementara fungsi hadits atau sunnah sebagai sumber hokum islam yang ke dua menurut pan dangan ulama ada tiga, yaitu :
Pertama, hadits/sunnah berfungsi memperkuat AL-Qur’an. Kandungannya sejajar dengan AL-Qur’an dalam hal Mujmal dan Tafshilnya.
Dengan kata lain, hadits dalam hal ini hanya mengungkapkan kembali apa yang terdapat didalam Al-Qur’an, tanpa menambah atau menjelaskan apapun. 
Kedua, hadits berfungsi menjelaskan atau merinci aturan-aturan yang digariskan oleh AL-Qur’an, baik dalam bentuk tafshil maupun takhshish. Fungsi yang kedua ini adalah fungsi yang dominan dalam hadits. Sebagai contoh adalah perincian tentang tatacara shalat, zakat, puasa dan haji.
Ketiga, hadits berfungsi menetapkan hokum yang baru yang belum diatur secara eksplisit di dalam Al-Qur’an. Contohnya adalah hadits yang melarang seseorang memadu istrinya dengan bibinya, baik dari pihak ibu maupun dari pihak bapak. Rasulullah Saw bersabda yang artinya :
“seorang wanita tidak boleh dikawini bersamaan (dimadu) dengan bibinya atau bersamaan (dimadu) dengan putrid saudara perempuan atau putri saudara laki-laki istri (keponakan istri).”
Ketentuan yang terdapat dalam hadits di atas tidak ada dalam AL-Qur’an. Yang ada dalam AL-Qur’an hanya larangan terhadap suami untuk memadu istrinya dengan saudara perempuan si istri (kakak atau adik perempuannya), sebagai mana disebutkan dalam firman Allah: 
Artinya : “dan diharamkan bagimu memadu dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang sudah terjadi pada masa lalu.” (Q.S An-Nisa : 23)


No comments:

Post a Comment

mendapatkan kehidupan yang lebih finansial bersama ustadz yusuf mansyur http://www.carajutawan.c